Gunung Kembang, Gunung Terbersih Se-Jawa Tengah?

    Gunung Kembang adalah salah satu gunung yang terletak di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Wonosobo. Nama ‘Kembang’ sendiri diberikan karena di gunung ini memiliki banyak spesies bunga. Berdasarkan data, setidaknya terdapat 100 jenis bunga anggrek yang hidup dan berkembang di sini. Karena letaknya yang berdekatan dengan gunung Sindoro, sehingga banyak orang yang menyebutnya sebagai anak gunung Sindoro. Meski tidak setinggi ‘orangtuanya’ (Sindoro), namun Gunung Kembang tidak bisa diremehkan. Tinggi gunung Kembang 2.340 mdpl ini bisa dikatakan salah satu gunung yang memiliki tingkat kesulitan menengah, tetapi menawarkan pemandangan yang mengesankan. Pendakian di Gunung Kembang setidaknya sudah memiliki pengalaman mendaki sebelumnya karena beberapa jalur yang cukup ekstrem untuk pemula. Jalurnya penuh tumbuhan hutan yang masih alami, beberapa jalur juga cukup rapat. Di sisi lain, jalannya memiliki kemiringan yang cukup ekstrem. Area paling aman untuk berkemah di Gunung Kembang adalah di puncaknya karena berupa sabana luas yang tanahnya datar dan bisa menampung 10-15 tenda. Pemandangan dari puncak adalah yang paling memesona. Pendaki bisa menyaksikan kegagahan Gunung Sindoro dari sini.

Gambar 1. Pemandangan Gunung Sindoro dari Puncak Gunung Kembang

     Gunung Kembang memiliki dua jalur pendakian, yaitu Jalur Lengkong yang berada di Kecamatan Lengkong dan Jalur Blembem yang berada di Dukuh Blembem Kaliurip, Desa Damarkasihan, Kecamatan Kretek, Kabupaten Wonosobo. Pendakian awal di Gunung Kembang via Blembem sudah dilakukan sejak 1990-an, tetapi dibuka untuk umum pada 1 April 2018 oleh pihak pengelola sekaligus yang membuka jalur  (Skydoors). Jalur Bemblem lebih banyak diminati karena pengelolaan yang lebih teratur dengan fasilitas yang cukup lengkap. Per Desember 2022, biaya registrasi Basecamp Blembem dikenai Rp55.000 untuk rombongan pendaki <5 orang dengan fasilitas  basecamp (toilet, kamar mandi, dapur, mushola), parkir dan wifi serta Rp80.000 untuk pendaki untuk rombongan ≥5 orang dengan fasilitas tambahan berupa pengantaran rombongan pendaki hingga Pos Istana Katak menggunakan kendaraan yang tersedia. 

Gambar 2. Bagan Organisasi Skydoors

Gambar 3. Pos Registrasi Gunung Kembang Blembem

      Gunung Kembang via Blembem mempunyai jalur yang cukup sulit kendati ketinggiannya masih di bawah 2.500 mdpl. Apabila tidak menggunakan fasilitas kendaraan untuk sampai ke Istana Katak, maka perjalanan dari Basecamp Blembem menuju Istana Katak akan memakan waktu 1 hingga 1,5 jam dengan trek aspal dengan yang masih lebar karena merupakan area perkebunan. Dari Istana Katak menuju Gerbang Pendakian memakan waktu 30 menit hingga 1 jam, dengan trek batuan dan lebar jalan yang kurang lebih masih sama. Gerbang pendakian adalah batas dari perkebunan menuju hutan, jalan menuju Pos 1 (Kandang Celeng) merupakan tangga yang ada di tengah-tengah kebun teh.  Pos Kandang Celeng hingga Pos Akar merupakan daerah hutan dengan jalanan yang cukup rapat. Di awal-awal, trek berupa tangga yang sebagian besar dari akar, jalan sebagian besar menanjak dengan sedikit sekali jalur landai. Apabila datang di musim hujan akan menjadi lebih sulit karena jalanan becek dan licin.

Gambar 4. Peta Jalur Pendakian yang Diberikan Pihak Basecamp

Gambar 5. Gerbang Pos Kandang Celeng

Gunung Kembang juga lekat dengan keberadaan babi hutan/celeng, sehingga tidak boleh mendirikan tenda selama masih di area hutan selain karena kemiringan tanah dan kerapatan jalur. Selepas dari hutan, akan memasuki daerah sabana yang sudah boleh digunakan untuk mendirikan tenda, trek masih sulit dengan jalur yang masih cukup sempit walau beberapa kali ditemukan bonus (turunan/jalanan datar). Hingga Tanjakan Mesra, jalur cukup ekstrem, beberapa jalur dipasang tali-tali pendukung yang diikat antar pohon.  Setelah Tanjakan Mesra hingga jalan menuju puncak, tidak terlalu memakan waktu (kurang lebih 30-45 menit) dan jalur lebih landai dengan areal yang lebih luas.

Kewaspadaan dan kehati-hatian menjadi kunci dalam pendakian di Gunung Kembang via Blembem. Tali-tali pendukung biasanya dipasang di jalur yang cukup ekstrem, selebihnya pendaki dapat mengandalkan batu atau batang-batang pohon sebagai pijakan apabila melewati jalur yang curam. Pendakian juga disarankan saat masih terang karena jarak penglihatan dan  kesulitan jalur.  Para pengelola basecamp biasanya akan 'main' ke gunung untuk mengecek kondisi gunung seperti pohon tumbang atau sampah-sampah yang 'luput' dari pendaki.

              
Gambar 6. Beberapa Jalur dengan Bantuan Tali 

Gambar 7. Jalur yang Menanjak

Gambar 8. Pos Liliput (Lebat dan Rapat, Jalur Hutan)

Gunung Kembang memiliki peraturan yang ketat dalam pendakiannya, terutama urusan sampah dan pengolahannya. Aturan-aturan ini diterapkan untuk menjaga kelestarian alam di Gunung Kembang itu sendiri. Sehingga tidak salah banyak yang mengatakan bahwa Gunung Kembang merupakan salah satu gunung terbersih di Indonesia.

Berbeda dengan kebanyakan gunung lainnya, peraturan di Gunung Kembang terutama masalah sampah terbilang lebih ketat yang ditetapkan oleh pengelolanya. Ini dilihat dari pendataan barang pendaki pada pos keberangkatan sebelum melakukan registrasi. Semua barang harus didata secara detail untuk memastikan tak ada barang yang dilarang. Bahan makanan dalam kemasan plastik seperti mie instan dihitung per bungkus bumbunya. Makanan harus menggunakan wadah pakai-ulang. Dulunya, air harus diletakkan dalam dirigen, seiring berjalannya waktu melihat kepatuhan dari pendaki serta melihat efek yang  sudah cukup menjera pendaki, maka perlahan diperbolehkan untuk membawa air menggunakan botol kemasan dengan syarat plastik segel dan plastik merek sudah dicopot terlebih dulu. Pengelola basecamp akan mendata barang bawaan kembali berdasarkan berapa yang sudah terbuka/terpakai untuk diperkirakan sampah apa saja yang dapat dihasilkan termasuk bekas guntingan bumbu mie instan atau coklat. Jika jumlah barang tidak sesuai dengan data pada awal keberangkatan maka pengelola akan berasumsi bahwa pendaki meninggalkan sampah di gunung. Jika demikian pendaki berkewajiban untuk mencari lagi sampah atau barang yang tertinggal di gunung Kembang tersebut dan apabila itu tidak dilakukan maka dikenai sanksi denda sebesar Rp1.025.000 untuk satu jenis sampah yang tertinggal.

Gambar 9. Sisa Rafia di Jalur Pendakian

Gambar 10. Sisa Plastik (Bungkus Makanan) di Jalur Pendakian

Berlakunya peraturan tersebut tentu berdampak pada kebersihan Gunung Kembang. Ketika AM (Anggota Muda) Matrapala Angkatan 24 melakukan ekspedisi ke Gunung Kembang, dapat diketahui bahwa dalam jalur pendakian dan puncak Gunung Kembang jarang ditemukan sampah yang tercecer. Jika ada sampah yang tertinggal, hanya ditemukan sampah-sampah kecil yang sekiranya hanya terjatuh atau tanpa sadar dari pendaki seperti tutup botol, robekan plastik keresek atau tali rafia. Namun, untuk area basecamp sendiri masih ditemukan sampah, khususnya untuk tempat-tempat yang tidak terlihat. AM (Anggota Muda) Matrapala Angkatan 24 melakukan operasi semut di sekitar area basecamp dan mendapati sampah mencapai satu kantong sampah besar. Ini merupakan tamparan keras bagi pengelola Basecamp Blembem (tempat AM Matrapala melakukan operasi semut), di mana mereka memaksa dan menekan aturan yang ketat mengenai sampah kepada pendaki justru di basecamp mereka sendiri masih banyak sampah-sampah yang bercecer. Harusnya merekalah yang memberikan contoh awal kepada pendaki mengenai pengelolaan sampah sebelum mereka memaksa dan menekan aturan yang ketat kepada pendaki.

Peraturan kebersihan di Gunung Kembang sudah baik dan cukup mengikat pendaki untuk tidak melanggar. Melalui peraturan tersebut pun, dapat diketahui tujuan mulia dari pengelola basecamp untuk mencintai alam, khususnya di daerah Gunung Kembang, dan merawat serta menjaganya dengan kesadaran akan sampah dan kebersihan. Ini akan mengarah pada pendisiplinan bagi pendaki tidak hanya ketika di Gunung Kembang, tetapi juga ketika mendaki gunung-gunung lain bahkan mungkin dalam kesehariannya. Namun, aturan ini sepertinya tidak berjalan secara menyeluruh, hanya berfokus di Gunung Kembang saja, padahal di daerah sekitar basecamp masih banyak sampah yang berserakan. Kendati bagian kebun dan basecamp berada tidak sepenuhnya diawasi pengelola, setidaknya, seharusnya, peraturan tersebut bisa menyadarkan dan mengajak penduduk sekitar untuk menjaga kebersihan dengan membuang sampah sesuai dengan tempatnya.




 
























Comments